AKARNEWS. Kegiatan Konsultasi Publik yang dilaksanakan oleh DPRD Lebong bersama Akar Foundation ini di laksanakan pada tanggal 24 Oktober 2016 bertempat di Ruang Rapat Intern DPRD Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Proses dan Advokasi menuju Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rejang di Kabupaten Lebong dan merupakan Konsultasi Publik III yang bertujuan untuk rangka memperkuat substansi dan materi yang terdapat di dalam Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah yang di susun oleh Akar Foundation. Konsultasi Publik ini di hadiri oleh Ketua DPRD Lebong, Wakil Ketua II, Wakil Ketua III, Ketua Badan Musyawarah (BAMUS), Ketua Badan Legislasi (BALEG), Ketua Komisi I, Komisi II, Komisi III, Sekretaris Dewan DPRD, Sekretaris Daerah (SETDA) Kabupaten Lebong, Kepala Bagian Hukum, Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten Lebong, Kepala BLHKP Kabupaten Lebong, Dinas Kehutanan Kabupaten Lebong, PPKAD Kabupaten Lebong, BPN Kabupaten Lebong, Balai TNKS Wilayah III, Pemerintahan Desa, Tokoh Adat, Media, LSM dan tim Konsultan Hukum DPRD Lebong.
Kegiatan ini dibuka oleh ketua DPRD Lebong yang menyampaikan bahwa Raperda yang diajukan oleh Akar Foundation bersama Masyarakat Hukum Adat Marga Suku IX dan Jurukalang ini menjadi Raperda Inisiative DPRD Lebong serta tahapan proses yang sudah berjalan di internal DPRD Lebong, “Raperda yang diajukan ini merupakan kebutuhan dalam penyelesaian konflik tata kelola hutan dan wilayah terutama terkait dengan konflik wilayah kelola masyarakat hukum adat dengan kawasan hutan Negera, karena itu DPRD Lebong bersepakat ini menjadi Raperda Inisiatif DPRD Lebong dan harapannya semua wilayah Masyarakat Hukum Adat Rejang di Kabupaten Lebong akan masuk ke dalam skema pengakuan ini” Kata Ketua DPRD Lebong Teguh REP, SE dalam sambutannya.
Sementara, Erwin Basrin dari Akar Foundation dalam presentasinya tentang peta advokasi dan identifikasi subyek hukum Masyarakat Hukum Adat Rejang di Kabupaten Lebong. Menyatakan bahwa pilihan subjek pengakuan adalah Masyarakat Hukum Adat Rejang di dasari atas kondisi masyarakatnya yang merupakan kesatuan manusia sewilayah (teritori), Hidup secara de Jure, Bagian dari fungsi struktur Negara dan masyarakat yang Politically Based. “Kondisi ini memungkin pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Rejang sebagai bagian dari Pengakuan yang dimandatkan oleh Konstitusi dan beberapa kebijakan turunannya untuk mengakui hak-hak Masyarakat Hukum Adat” Kata Erwin. presentasi_akar-konsultasi-publik-iii
Ketua Tim Konsultan Hukum DPRD Lebong Yamani Komar, SH, MH menguatkan argumen yang disampaikan oleh Erwin Basrin. “Bila mengacu pada konstitusi yang menyatakan bahwa sepanjang masyarakat hukum adat masih hidup, maka pilihan Kutei sebagai subjek pengakuan seperti di dalam Raperda adalah pilihan yang benar”. Dia menjelaskan bahwa Kutai adalah kelembagaan asli yang dimiliki oleh Masyarakat Hukum Adat Rejang dan tidak pernah dimatikan oleh kebijakan baik oleh Pemerintahan Kolonial maupun  oleh kebijakan Negara. Sementara Setda Kabupaten Lebong lebih menyoroti langkah-langkah stretegis paska pengakuan terutama implikasi yang harus di bebankan kepada Pemerintahan Daerah maupun kepada Masyarakat Hukum Adat Rejang.
Kegiatan Konsultasi Publik III yang di fasilitasi oleh Pramasty Ayu Kusdinar dari Akar Foundation ini menghasilkan rekomendasi;

  1. Subjek Hukum dalam Naskah Akademik dan Raperda perlu dipastikan mewakili/representatif dari semua marga/kesatuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Rejang di Kabupaten Lebong
  2. Naskah Akademik harus diperkuat dengan kajian empiris dan kajian teoritis untuk menjawab implikasi Peraturan Daerah bagi pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat Rejang
  3. Pengaturan mengenai Hukum Adat harus diperkuat dengan intervensi terhadap pengelolaan wilayah adat dan sumber daya alam yang terdapat didalamnya
  4. Raperda harus dapat mengikat komitmen para pihak dan harus mengakomodir kepentingan Ekonomi Masyarakat Hukum Adat Rejang, dan dampak politik anggaran terhadap Pemerintah Daerah
  5. Ranperda dan Naskah Akademik harus mencerminkan perjuang politik hukum Sumber Daya Alam yang adil dan menjawab politik sumber daya alam yang terkesan protektif sehingga distribusi lahan/tanah untuk masyarakat lebih sedikit dibandingkan distribusi lahan untuk korporasi.
  6. Subjek Hukum dan Objek Hak Masyarakat Hukum Adat Rejang harus lebih dipertegas dan diperjelas sebelum wilayah adat dilepaskan dari kawasan negara
  7. Sistematika Raperda dan Naskah Akademik; mengenai aturan seperti hak dan kewajiban, sanksi, Mekanisme Penyelesaian Konflik dan pengelolaan Sumber Daya Alam yang dilakukan pola interaksi Masyarakat Hukum Adat Rejang dengan Lembaga Desa, Kondisi Sosial Budaya, Politik Tenurial terkait Hutan Adat harus di input dalam Naskah Akademik dan Raperda.