AKARNEWS. Akar Foundation  mengadakan Dialog Publik dengan mengangkat pembahasan mengenai Pembangunan Berwawasan Lingkungan Hidup (Green Economy) untuk Pembangunan Bengkulu yang berkelanjutan. Acara ini di adakan di Ruang Rapat III Rektorat Universitas Bengkulu (23/10/2019)
“Green economy bisa menjadi konsep bagi pembangunan di Bengkulu,” Untuk itu kata Rohidin Mersyah, sebagai Kepala Daerah kami menyampaikan apresiasi kepada Akar Foundation yang telah memfasilitasi dialog penting ini dan telah menyusun konsep pembangunan berkelanjutan atau kita sebut sebagai ekonomi hijau.

“Saya bawa banyak Kepala Dinas dan SKPD untuk ikut di dialog ini, pertama karena saya anggap ini penting untuk menguatkan kapasitas mereka untuk memahami dan belajar tentang pembangunan yang berkelanjutan” Katanya. Dia juga menyampaikan ekonomi hijau harus mengarah pada issue social, lingkungan dan ekonomi.
“Sebagai bentuk nyata silakan Akar dan SKPD membuat model tentang ekonomi hijau dalam skala kecil, sehingga bisa di replikasi dalam skala besar,” Misalnya. Kata Pak Gubernur, bisa di mulai dengan lokasi-lokasi yang telah di berikan izin kelola hutan kepada rakyat dan dengan komiditi yang tersedia.

Dalam proses pembangunan di Bengkulu, DR. Ir Aisbah Varina. M.Si mewakili BAPPEDA Provinsi Bengkulu yang menjadi salah satu panelis di dialog ini menyampaikan strategi pembangunan di Bengkulu sebagai perwujudan visi misi Propinsi Bengkulu berbasis Pegentasan kemiskinan, dan perentasan ketergantungan pada sumberdaya primer, penguatan komoditas unggulan (agro-maritim dan hilirisasi), pengembangan infrastuktur strategis dan industrialisasi dan terjaminnya SDA yang adil dan berkelanjutan.

“Strategi ini akan menyasar pergerakan ekonomi dengan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, kesetaraan sosial dan pengurangan kerusakan yang signifikan” Kata Kabid Pembangunan dan Perencanaan BAPPEDA Bengkulu. Dia juga menambahkan tatangan untuk implementasi ekonomi hijau ini adalah inkonsistensi di SKPD, persoalan kapasitas, koordinasi sistematis antara nasional dan daerah, tata kelola Pemerintahan, tata kelola SDM dan SDA.


Sementara, Zamhari Bahrun, SH. MH salah satu panelis yang datang dari Kabupaten Lebong berbagi tentang terobosan Hukum dan Kebijakan di tingkat Kabupaten dalam tata kelola ekologi (Hutan dan Lingkungan). Salah satu bentuk kebijakan yang kita buat di Kabupaten Lebong dalah Peraturan Daerah No 4 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rejang. Yang, isinya adalah mengakui hak kesatuan masyarakat hukum adat, salah satunya adalah hak akses dan hak kelola rakyat di dalam hutan negara.
“Ini adalah terobosan hukum yang kami lakukan dalam membaca celah kebijakan untuk mamastikan ruang kelola tetapi dalam kebijakan berlaku” Kata Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Lebong.

Pengalaman dan praktek lain juga di bagi oleh Dedek Hendry dari Perkumpulan LiVE dalam mempraktekkan tata kelola hutan berbasi ekonomi dan ekologi.

“Kami mencoba mengeser paradigma tata kelola melalui potensi komoditi hutan”. Dedek kemudian melanjutkan secara aplikatif, LiVE bersama kaum perempuan di Rejang Lebong melakukan  pengembangan agroforestry dan implementasi kearifan local sebagai modal social di dalam Kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat.
“Kami juga membangun relasi antara perempuan dan ekologi dalam bentuk perlindungan hak-hak perempuan termasuk transformasi perspektif tentang model ekonomi hijau antara global dan local”
“Ternyata konsep ekonomi hijau yang di dengungkan secara internasional dan yang kita diskusikan ini, sebenarnya telah di praktekkan oleh ibu-ibu di kampung” Tutup Dedek.