AKARNEWS. “Pemerintah tidak perlu ada kekuatiran, kami punya acara dan aturan hukum adat dalam mengelola hutan.” Kata-kata penutup ini disampaikan Bapak Alinunin (72 th) salah seorang tokoh Masyarakat Hukum Adat Kota Baru Kabupaten Lebong di hadapan Kepala Balai Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) Wilayah III Bengkulu Sumatera Selatan, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kehutanan (BPSKL) Wilayah Sumatera, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebong. Pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2019 di Gedung Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Lebong dalam rangka identifikasi awal usulan pengakuan hutan adat 12 Kutai yang ada di Kabupaten Lebong.
Dari 12 usulan yang telah disampaikan kepada Menteri Kehutanan, sebanyak 3 usulan akan dilakukan indentifikasi awal oleh BPSKL Wilayah Sumatera menjelang turunnya tim verifikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memastikan kesiapan Masyarakat Hukum Adat mengelola Hutan Adat.
Baca Juga: Percepatan Penetapan Hutan Adat di Kabupaten Lebong, Bengkulu
Di ceritakan Bapak Alinudin. Sejak tahun 2012 bersama Akar Foundation telah dilakukan konsolidasi, riset, pemetaan dalam rangka menyiapkan prasyarat untuk pengakuan hutan adat bagi Masyarakat Adat di Lebong. Advokasi kebijakan juga dilakukan baik di tingkat Kabupaten, Propinsi maupun ditingkat Nasional, hasilnya Perda No 4 tahun 2017 merupakan tonggak utama penyokong pengakuan hak-hak masyarakat adat termasuk hak dalam pengelolaan dan akses terhadap hutan.
Baca Juga: Bupati Lebong Menyerahkan Permohonan Pengakuan Hutan Adat Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
“Tahun 1982 mulai dilakukan penataan tata guna lahan, dan tahun 1999 Menteri Kehutanan menetapkannya sebagai Taman Nasional Kerinci Sebelat”
“Dulunya Kawasan ini adalah wilayah dan hutan adat kami,” Kata Pak Alinudin. Kami mengelola hutan adat untuk kebutuhan ekonomi, tata air dan menjaga fungsi ekologi dan konservasi Kawasan.
“Ketika dijadikan sebagai Hutan Negara, hukum adat kami dalam menjaga hutan tidak bisa kami laksanakan di dalam wilayah Hutan Negara, itu kenapa hutan semakin kesini semakin rusak,” Katanya.
Pengakuan hutan adat, menjadi sangat penting untuk segera di syahkan oleh Negara. Kata Pak Alinudin. Dengan diserahkannya hutan adat kepada masyarakat hukum adat “Kami’” Kata Pak Alinudin, bisa menata kembali Kawasan hutan yang rusak, bisa melaksanakan sangsi hukum adat bagi perusak dan bisa mendapatkan manfaat baik ekonomi maupun ekologi dari kawasan hutan.
“Posisi perkampungan kami, posisinya berada di bawah hutan adat, jika hutan rusak maka Kamilah yang akan kena dampaknya”
“Dan masyarakat hukum adat, sepenuhnya tergantung sekali dengan ketersediaan air yang bersumber dari dalamkawasan hutan,”
“Kami adalah petani sawah,” Kata Pak Alinudin.
“Kami sudah menyusun tata ruang dan tata kelola hutan adat, termasuk menyusun hukum dan tertib adat ketika kami dimandatkan untuk mengelola hutan adat.”
“Jadi Pemerintah tidak perlu kekuatiran untuk menyerahkan sebagain hutan negara ini untuk dijadikan sebagai hutan adat” Kata Pak Alinudin dengan yakinnya. (Erwin)