…..bahwa revolusi tanpa land reform adalah sama saja dengan gedung tanpa alas, sama saja dengan pohon tanpa batang, sama saja dengan omong besar tanpa isi”; “Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan! Tanah untuk Tani! Tanah untuk mereka yang betul-betul menggarap tanah!” (Soekarno, “Djalannja Revolusi Kita”, Pidato Kenegaraan 17 Agustus 1960)

Jika dipahami bahwa pembangunan merupakan proses transisi masyarakat ke arah yang lebih adil, sejahtera dan demokratis, maka struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya agraria lainnya harus ditata kembali dalam bingkai kebijakan pembaruan agraria.
Dan, jika kita lihat kondisi hari ini yang terjadi di Indonesia Fenomena ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang semakin meningkat dan berpengaruh pada meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di pedesaan, hal ini tidak terlepas dari kebijakan pertanahan yang hanya focus pada peningkatan produktivitas yang berujung pertumbuhan ekonomi. Sementara penataan aset produksi malah terabaikan, akibatnya masyarakat marjinal semakin terabaikan dan kehilangan akses terhadap tanah. Kondisi ini yang menimbulkan konflik agraria baik berupa perselisihan tanah di tingkat rumah tangga petani, meningkatnya penguasaan tanah skala besar, konversi penggunaan tanah yang tidak terencana, tata ruang yang tidak konsisten dan tumpeng tindih. Dampaknya dirasakan lansung oleh masyarakat maupun terjadi pada program pemerintah seperti ketahanan pangan, perumahan rakyat, dan Lingkungan hidup.
Akar Foundation sebagai salah satu lembaga yang peduli dengan ketidakadilan dalam agraria, mencoba untuk mendiskusikan dan mencoba menjawab persoalan dan paling tidak mendudukan cara berpikir sesat tentang agraria untuk menemukan jalannya untuk kembali. Dengan demikian paling tidak dengan pijakan di tiga aspek (Ekonomi, Politik dan Psikologi) bisa menegaskan bahwa gagasan pembaruan agraria merupakan landasan untuk mewujudkan kemerdekaan seutuhnya dari kolonialisme beserta sistem warisannya. Penjajahan kolonialisme telah mewariskan ketimpangan struktur kepemilikan dan penguasaan tanah sedemikian rupa, sebagai bentuk eksploitasi dan penindasan seperti Pidato Soekarno dalam Djalannja Revolusi Kita”, Pidato Kenegaraan 17 Agustus 1960.