Dalam dunia Kopi Sumatera, terkenal istilah “Segitiga Emas Robusta”. Bengkulu salah satunya, bersama Lampung dan Sumatera Selatan. Di mana kopi tumbuh subur, dipanen dengan kualitas tinggi, pastilah alam dan lingkungannya bisa dinikmati. Udara sejuk adalah kehidupan sehari-hari bagi desa-desa kopi. Itulah juga yang terkenal di Kepahiang dan Rejang Lebong, dua kabupaten penghasil kopi di Provinsi Bengkulu.  Kopi melimpah di kawasan Gunung Kaba yang ada di dua kabupaten tersebut. Orang-orang menjulukinya surga kopi.
Desalogi menelusuri jejak kopi robusta dan konservasi di Kabupaten Rejang Lebong. Kopi Robusta atau yang disebut dengan Coffea Canephora di tanam di Kabupaten Rejang Lebong oleh Petani Hutan Kemasyarakatan ini sejenis Robusta yang ditemukan di Kongo sekitar tahun 1895 oleh Emil Laurent. Pada awalnya hanya dikenal sebagai semak atau tanaman liar yang mampu tumbuh hingga beberapa meter tingginya, higga akhirnya diketahui termasuk dalam kelas Dicotyledonae dan bergenus Coffea dari family Rubiaceae.

Jelajah Sejarah


Robusta yang tumbuh di kawasan kelola masyarakat pengelola Hutan Kemasyarakatan di Kawasan Hutan Lindung Bukit Daun, memiliki akar tunggang yang tumbuh tegak lurus sedalam hampir 65 cm dengan warna kuning muda. Batang dan cabang-cabang kopi dapat tumbuh hingga mencapai ket
inggian 2–6 meter dari permukaan tanah.
Salah satu organisasi non-pemerintah saat ini mempromosikan bubuk kopi bermerek Akar, yang merupakan akronim dari Aroma Kopi Alami Rejang. Bubuk kop
i ini berjenis Robusta berasal dari kawasan hutan Lindung Bukit Daun Register 5. Kawasan hutan Lindung di kelola oleh 721 Kepala Keluarga yang tersebar di Desa Air Lanang, Tanjung Dalam, Tebat Pulau, Tebat Tenong Dalam dan Desa Baru Manis Kabupaten Rejang Lebong. Pengelolaan hutan oleh masyarakat dilakukan melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), salah satu skema Perhutanan Sosial menuju pengelolaan hutan berkelanjutan. Satu skema pengelolaan hutan negara oleh masyarakat yang diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian ekologi.

Di Kabupaten Rejang Lebong, kebudayaan mempengaruhi budidaya kopi. Masyarakat lokal di Rejang Lebong mengenal tanaman kopi aslinya tumbuh di bawah tajuk pohon hutan tropis. Mereka menyebutnya “Baying kupi” tidak di kawasan terbuka cahaya matahari. Petani kopi sebenarnya telah mengambil manfaat dari sistem kebun kopi bernaungan jenis-jenis pohon (shaded grown coffee), dengan sedikit perawatan. Tutupan tajuk kebun mirip hutan yang meningkatkan keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa liar; berperan sebagai tempat pengungsian satwa liar yang hidup di hutan alam (satwa mamalia dan  burung), melindungi keberadaan jenis musang untuk penyebar biji kopi dan menghasilkan jenis kopi spesial. Dengan begitu, tanaman kopi dapat berdampingan dengan pohon yang bermanfaat ekonomi, sehingga meningkatkan keragaman sumber pendapatan bagi petani.
Izin Kelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) di 5 desa di kawasan Hutan Lindung Bukit Daun register 5 di berikan ke 721 Kelapa Keluarga, yang tergabung di 5 Gapoktan seluas 1.486,61 hektar. Pemberian izin tersebut didasarkan pada Keputusan Bupati Rejang Lebong Nomor 180.186.III Tahun 2015 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam Kabupaten Rejang Lebong. 

Implementasi Bisnis Kopi AKAR

Melihat tingginya kontribusi kopi terhadap konservasi kawasan dan peningkatan kesejahteraan serta eratnya kebudayaan yang melingkupi budidaya dan produksi kopi, 5 Gapoktan bersepakat membuat unit ekonomi. Unit ini bertujuan untuk peningkatan solidaritas dan kesejahteraan bersama petani Hutan Kemasyarakatan. Kelembagaan Koperasi menjadi pilihan sebagai media mencapai tujuan bersama tersebut. 
Pada tanggal 2 April 2016 bertempat di Desa Tebat Pulau terbentuklah Koperasi “Cahaya Panca Sejahtera” yang didirikan oleh 20 orang yang merupakan perwakilan dari 5 Gapoktan. 20 orang pendiri koperasi ini dilatih secara serius baik pertemuan dalam kelas maupun di luar kelas oleh Direktur Eksekutif Non Timber Forest Products – Exchange Programme Jusupta Tarigan menggunakan model Community Livelihood Assesment and Products Scanning(CLAPS), serta penguatan pemahaman skema bisnis oleh Koperasi Riset Purusha dan Indoprogress. Hasil Produk kopi mereka juga telah banyak dipamerkan. Pada tanggal 8 November 2016 masyarakat pengarap Hutan Kemasyarakatan (HKm), Pemerintahan Daerah Kabupaten Rejang Lebong bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan Bubuk Kopi dengan merek Akar (Aroma Kopi Alami Rejang).
Untuk peningkatan produksi kopi di Lahan Hutan Kemasyarakatan. 5 Gabungan Kelompok tani HKm menyusun proposal untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Hutan (BLU P2H) Kementerian LHK. Pada tanggal 28 Juni 2018 di Hotel Rafflesia, Kota Bengkulu. BLU-P2H menetapkan Bengkulu, khususnya Rejang Lebong menjadi salah satu wilayah prioritas yang akan diberikan peluang untuk mengakses dana BLU pada tahun 2018.
Karena penyaluran dana bergulir dari BLU-P2H masih sangat sedikit yang tersalurkan kepada kelompok masyarakat atau individu petani secara langsung khususnya untuk peningkatan produktifitas tanaman NTFP (Non Timber Forest Product) dari dalam kawasan hutan. Maka, Akar Foundation menilai bahwa hal ini merupakan salah satu peluang juga tantangan bagi masyarakat dan pemerintah untuk sama-sama mendorong pembangunan di sektor kehutanan.
Direktur Akar Foundation, Erwin Basrin selalu mengingatkan bahwa “Hakikat perhutanan sosial bukanlah distribusi izin sebanyak dan seluas-luasnya untuk mengakses kawasan hutan, melainkan peningkatan ekonomi masyarakat yang selama ini bergantung hidup dengan sumber daya hasil hutan dan tanpa merubah fungsi dari kawasan hutan itu sendiri”
Seminggu paska diserahkannya proposal pinjaman dana bergulir tersebut, BLU-P2H mengeluarkan surat pemeriksaan berkas proposal dengan catatan perbaikan dan jadwal verifikasi yang dilakukan dari tanggal 24 – 31 Juli 2018 di lima desa yang berada di Kabupaten Rejang Lebong. Sebanyak 22 orang Tim BLU-P2H melakukan verifikasi teknis kepada kelompok yang mengajukan pinjaman dana; yakni persyaratan administrasi dan kondisi lahan anggota HKm yang mengajukan pinjaman.
Sejauh ini, proses verifikasi teknis tersebut berjalan lancar. Tim BLU-P2H yang diturunkan di lapangan bukan hanya melakukan verifikasi, namun juga belajar memahami kondisi masyarakat. Berdasarkan proposal yang diajukan, sebanyak 176 orang dengan luas lahan 307, 65 Ha dan jumlah pinjaman 9,9 miliar rupiah mengajukan pinjaman untuk kegiatan Pengayaan Tanaman HHBK (Kopi). Tujuannya untuk meningkatkan produktifitas lahan HKm dengan menerapkan teknik okulasi atau stek payung pada pohon kopi.
“Cita-cita kami adalah menjadikan Rejang Lebong sebagai pusat produksi kopi yang terbaik di Indonesia. Selama ini jumlah kopi kami yang melimpah, terjual ke pasar di Lampung, karena kami tidak memiliki modal yang cukup untuk mengelolanya. Identitas geografis dan kopi dari kawasan hutan ini akan menjadi modal kami berjualan sekaligus mengkampanyekan isu keberlanjutan hutan melalui skema-skema perizinan dalam Perhutanan Sosial.”