Dalam kontek kekinian Hukum Rakyat dapat diartikan sebagai hukum kebanyakan orang atau hukum kebiasaan, hukum yang didasari oleh kesepakatan kolektif dan berada diatas norma, nilai dan etika. Hukum Rakyat ini yang kemudian diasosiasikan sebagai hukum adat yang berisikan norma-norma atau tata nilai yang tumbuh dan berkembang serta dipatuhi dan mengikat dalam satu kesatuan wilayah hukum adat, didalamnya mengandung nilai-nilai kekeluargaan, gotong royong, musyawarah, mufakat, kepatutan, magis, religius, arif dan bijaksana dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul di batas-batas wilayah hukum adat.
Pengakuan Hukum Rakyat ini diakui dalam konstitusi baik secara eksplisit maupun implisit, UUD 1945 Amandemen II Pasal 18 I, sangat jelas mengakui Hukum Rakyat dengan cara mengakui mengakui otonomi kesatuan-kesatuan masyarakat yang mengemban hukum rakyat tersebut seperti volkgemeenschappen dan masyarakat hukum adat. Tidak hanya sekedar mengakui otonominya, UUD 1945 juga mengakui rakyat sebagai rujukan hukum paling akhir apabila hukum-hukum negara ditolak karena merugikan kebanyakan orang.
Seiringan dengan krisis legitimasi hukum nasional, advokasi dan promosi atas hukum rakyat ini mulai tumbuh ketika terjadi Rakyat tidak mendapatkan rasa keadilan di dalam sistem hukum, dan kedaulatan dalam mengatur Kekayaan Alam. Sebagai tawaran untuk sistem hukum yang tidak effektif tersebut, para eksponen penganjur hukum rakyat menawarkan idiologi baru. Idiologi baru tersebut berupa pengetahuan tradisional, suatu keadaan semula yang diidam-idamkan (point to return).
Ada alasan historik-sosiologis, antropologis dan filosofis yang mendasari keberadaan hukum rakyat. Hukum Rakyat selalu menyertai masyarakat yang mengenal pelapisan sosial serta pluralitas. Pemikiran antropologis memberikan argumentasi yang lebih tegas akan keniscayaan hukum rakyat dengan dalilnya bahwa menganggap hukum rakyat akan hilang atau tidak ada adalah ilusi karena dalam kenyataannya keteraturan berbasis normatif tidak hanya monopoli hukum negara tapi juga oleh sistem hukum lain. Secara alamiah hukum rakyat akan selalu menguat tatkala sistem hukum negara dijalankan dengan cara berhukum yang jauh dari ide hukum rakyat. Sehingga hukum rakyat merupakan jawaban dari ineffektivitas hukum negara. Dalam situasi semacam ini, hukum rakyat hadir dengan fungsi pokok yaitu menyediakan kerangka bagi kelangsungan kegiatan-kegiatan bermasyarakat.
Para eksponen ideologi ini menggali ulang sekaligus merevitalisasi hukum rakyat (baca: hukum adat) dengan melupakan kenyataan bahwa hukum rakyat yang tengah dijalankan oleh masyarakat adalah hukum yang sudah mengalami perubahan dan penyesuaian akibat berinteraksi dengan luar (sistem hukum lain) serta mengartikulasikan konsensus sosial yang lebih luas. Pelatihan Pendamping Hukum Rakyat yang akan dilakukan oleh Akar bekerja sama dengan Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum berbasis Masyarakat dan ekologis (HuMA) ini adalah upaya untuk menciptakan eksponen masyarakat ditingkat mikro/komunitas sehingga mampu berkontribusi menjawab persoalan-persoalan yang terjadi dikomunitasnya terkait dengan persoalan keadilan dalam hukum dan kedaulatan dalam tata kelola kekayaan alam.